MAKALAH
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
TENTANG
(SISTEM KEBUDAYAAN ISLAM)
Disusun Oleh :
Nama :
Sahrul Gunawam
Npm :
130403010045
Fak/Prodi :
FTI/TI
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
FAKULTAS TEKNOLOGI INFORMASI
PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA
TAHUN 2014/2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT, yang mana telah memberikan kami semua kekuatan serta kelancaran
dalam menyelesaikan makalah mata kuliah Pendidikan Agama Islam (PAI) yang
berjudul “Sistem Kebudayaan Islam” dapat selesai seperti waktu
yang telah penulis rencanakan.
Tersusunnya makalah ini tentunya tidak
lepas dari peran serta berbagai pihak yang telah memberikan bantuan secara
materil dan spiritual, baik secara langsung maupun tidak langsung.
1.
Bapak dosen pengasuh mata
kuliah Pendidikan Agama Islam (PAI).
2.
Orang tua yang telah
memberikan bantuan kepada penulis sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
3.
Teman-teman yang telah
membantu dan memberikan dorongan semangat agar makalah ini dapat penulis
selesaikan.
Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih dan
Penyayang membalas budi baik yang tulus dan ikhlas kepada semua pihak yang
penulis sebutkan di atas.
Tak ada gading yang tak retak, untuk itu
penulispun menyadari bahwa makalah yang telah penulis susun dan kami kemas
masih memiliki banyak kelemahan serta kekurangan-kekurangan baik dari segi
teknis maupun non-teknis. Untuk itu penulis membuka pintu yang selebar-lebarnya
kepada semua pihak agar dapat memberikan saran dan kritik yang membangun demi
penyempurnaan penulisan-penulisan mendatang. Dan apabila di dalam makalah ini
terdapat hal-hal yang dianggap tidak berkenan di hati pembaca mohon dimaafkan.
Malang,
28 April 2014
Penulis
DAFTAR
ISI
COVER................................................................................................................................
KATA PENGANAR........................................................................................................... I
DAFTAR ISI........................................................................................................................ II
BAB I ENDAHULUAN...................................................................................................... 1
A.
Latar
Belakang........................................................................................................... 1
B.
Rumusan
Masalah...................................................................................................... 1
C.
Tujuan........................................................................................................................ 1
BAB
II PEMBAHASAN SISTEM KEBUDAYAAN ISLAM....................................... 2
A.
Konsep
Kebudayaan dalam Islam............................................................................ 2
B.
Prinsip
– Prinsip Kebudayaan dalam Islam.............................................................. 3
C.
Sejarah
Intelektual dalam Islam................................................................................. 4
D.
Budaya
yang boleh dan tidak boleh dalam Islam...................................................... 5
E.
Masjid
Sebagai Pusat Peradaban dalam Islam........................................................... 7
F.
Nilai
– Nilai Islam Dalam Budaya Indonesia............................................................ 7
BAB
III PENUTUP............................................................................................................. 9
A.
Kesimpulan................................................................................................................ 9
B.
Saran.......................................................................................................................... 9
DAFTAR
PUSTAKA......................................................................................................... 10
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam sudah mulai berkembang lagi sejak abad ke-7 dan berkembang
secara pesat ke seluruh dunia dari waktu ke waktu. Dalam penyebarannya secara
otomatis Islam telah meletakkan nilai-nilai kebudayaannya.
Kebudayaan Islam adalah hasil olah akal, budi, cipta, rasa, karsa,
dan karya manusia yang berlandaskan pada nilai-nilai tauhid. Islam sangat
menghargai akal manusia untuk berkiprah dan berkembang. Hasil olah
akal,budi,rasa,dan karsa yang telah terseleksi oleh nilai-nilai kemanusiaan
yang bersifat universal berkembang menjadi sebuah peradaban.
Dalam perkembangannya perlu dibimbing oleh wahyu dan aturan-aturan yang mengikat agar tidak terperangkap pada ambisi yang bersumber pada nafsu hewani, sehingga akan merugikan dirinya sendiri. Di sini agama berfungsi untuk membimbing manusia dalam mengembangkan akal budinya sehingga menghasilkan kebudayaan yang beradab atau perdaban Islam.
Dalam perkembangannya perlu dibimbing oleh wahyu dan aturan-aturan yang mengikat agar tidak terperangkap pada ambisi yang bersumber pada nafsu hewani, sehingga akan merugikan dirinya sendiri. Di sini agama berfungsi untuk membimbing manusia dalam mengembangkan akal budinya sehingga menghasilkan kebudayaan yang beradab atau perdaban Islam.
B.
Rumusan Masalah
a.
Bagaimana Konsep Kebudayaan
dalam Islam?
b.
Prinsip – prinsip kebudayaan
dalam islam?
c.
Bagaimana Sejarah Intelektual dalam
Islam?
d.
Budaya yang boleh dan tidak boleh dalam islam ?
e.
Bagaimana Masjid sebagai Pusat
Peradaban dalam Islam?
C.
Tujuan
Yang
menjadi tujuan pembuatan makalah ini yaitu :
1. Untuk
menambah wawasan bagi pembaca tentang Sistem Kebudayaan Islam.
2. Untuk
membimbing manusia dalam mengembangkan Sistem Kebudayaan Islam.
3. Dan sebagai
pelengkap tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam (PAI).
BAB II
PEMBAHASAN
SISTEM
KEBUDAYAAN ISLAM
A.
Konsep Kebudayaan dalam Islam
Dari segi etimologis, kata kebudayaan adalah kata dalam bahasa
Indonesia yang berasal dari bahasa Sansekerta buddhi yang berarti intelek
(pengertian). Kata buddhi berubah menjadi budaya yang berarti “yang diketahui
atau akal pikiran”. Budaya berarti pula pikiran, akal budi, kebudayaan, yang
mengenai kebudayaan yang sudah berkembang, beradab, maju
(Poerwadarminta,1982:157).
Dari pengertian budaya di atas, dapat diutarakan dengan bahasa lain
bahwa kebudayaan merupakan gambaran dari taraf berpikir manusia. Tinggi-rendahnya
taraf berpikir manusia akan terlihat pada hasil budayanya. Kebudayaan merupakan
cetusan isi hati suatu bangsa, golongan, atau individu. Tinggi-rendahnya,
kasar-halusnya pribadi manusia, golongan, atau ras, akan terlihat pada kebudayaan
yang dimiliki sebagai hasil ciptaannya. Maka dapat juga dikatakan bahwa
kebudayaan merupakan orientasi dan pola pikir manusia, golongan, atau bangsa.
Kebudayaan merupakan suatu konsep yang sangat luas ruang lingkupnya. Hal ini
tidak terlepas dari latar belakang timbulnya suatu kebudayaan itu sendiri.
Dawson (1993:57) memberikan empat faktor yang menjadi alasan pokok yang
menentukan corak suatu kebudayaan, yaitu faktor geografis, keturunan atau
bangsa, kejiwaan, dan ekonomi.
Dalam Islam , memang tidak ada suatu rumusan yang kongkret mengenai
suatu kebudayaan. Berkaitan dengan masalah kebudayaan. Islam memberi kerangka
asas atau prinsip yang bersifat hakiki atau esensial. Dengan kata lain, Islam
hanya memberikan konsep dasar yang dalam perwujudannya tergantung pada pemahaman
pendukungnya.Dalam keadaan atau waktu
yang berbeda, esensinya diwujudkan oleh aksidensi yang sangat ditentukan oleh
aspek ekonomi, politik, sosial budaya, teknik, seni, dan mungkin juga oleh
filsafat.
Ciri-ciri yang membedakan antara kebudayaan Islam dengan budaya
lain, diungkapkan oleh Siba’i bahwa ciri-ciri kebudayaan Islam adalah yang
ditegakkan atas dasar aqidah dan tauhid, berdimensi kemanusiaan murni,
diletakkan pada pilar-pilar akhlak mulia, dijiwai oleh semangat ilmu (Zainal,
1993:60).
Dari paparan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kebudyaan Islam
dapat dipahami sebagai hasil olah akal, budi, cipta, karya, karsa, dan rasa
manusia yang bernafaskan wahyu ilahi dan sunnah Rasul. Yakni suatu kebudayaan
akhlak karimah yang muncul sebagai implementasi Al-Qur’an dan Al-Hadist dimana
keduanya merupakan sumber ajaran agama Islam, sumber norma dan sumber hukum
Islam yang pertama dan utama. Dengan demikian kebudayaan Islam dapat dipilah
menjadi tiga unsur prinsipil, yaitu kebudayaan Islam sebagai hasil cipta karya
orang Islam, kebudayaan tersebut didasarkan pada ajaran Islam, dan merupakan
pencerminan dari ajaran Islam.
Ketiga unsur tersebut merupakan kesatuan yang utuh dan tidak dapat
terpisah satu dengan yang lainnya. Dengan demikian, sebagus apapun
kebudayaannya, jika itu bukan merupakan produk kaum Mslimin tidak bisa
dikatakan dan diklaim sebagai budaya Islam. Demikian pula sebaliknya, meskipun
budaya tersebut merupakan produk orang-orang Islam, tetapi substansinya sama
sekali tidak mencerminkan norma-norma ajaran Islam. Dengan kata lain, Al-Faruqi
(2001) menegaskan bahwa sesungguhnya kebudayaan Islam adalah “Kebudayaan
Al-Qur’an“, karena semuanya berasal dari rangkaian wahyu Allah SWT kepada nabi
Muhammad SAW pada abad ketujuh. Tanpa wahyu kebudayaan Islami Islam, filsafat
Islam, hukum Islam, masyarakat Islam maupun organisasi politik atau ekonomi
Islam.
B. Prinsip-Prinsip Kebudayaan dalam Islam
Islam, datang untuk mengatur dan
membimbing masyarakat menuju kepada kehidupan yang baik dan seimbang. Dengan
demikian Islam tidaklah datang untuk menghancurkan budaya yang telah dianut
suatu masyarakat, akan tetapi dalam waktu yang bersamaan Islam menginginkan
agar umat manusia ini jauh dan terhindar dari hal-hal yang yang tidak
bermanfaat dan membawa madlarat di dalam kehidupannya, sehingga Islam perlu
meluruskan dan membimbing kebudayaan yang berkembang di masyarakat menuju
kebudayaan yang beradab dan berkemajuan serta mempertinggi derajat kemanusiaan.
Prinsip semacam ini, sebenarnya telah menjiwai isi
Undang-undang Dasar Negara Indonesia, pasal 32, walaupun secara praktik dan
perinciannya terdapat perbedaan-perbedaan yang sangat menyolok. Dalam
penjelasan UUD pasal 32, disebutkan : “ Usaha kebudayaan harus menuju ke arah
kemajuan adab, budaya dan persatuan, dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari
kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa
sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Idonesia “.
Dari
situ, Islam telah membagi budaya menjadi tiga macam :
Ø Pertama : Kebudayaan yang tidak bertentangan dengan Islam. seperti
; kadar besar kecilnya mahar dalam pernikahan, di dalam masyarakat Aceh,
umpamanya, keluarga wanita biasanya, menentukan jumlah mas kawin sekitar 50-100
gram emas.
Ø Kedua : Kebudayaan yang sebagian unsurnya bertentangan dengan
Islam, Contoh yang paling jelas, adalah tradisi Jahiliyah yang melakukan ibadah
haji dengan cara-cara yang bertentangan dengan ajaran Islam , seperti lafadh “
talbiyah “ yang sarat dengan kesyirikan, thowaf di Ka’bah dengan telanjang.
Ø Ketiga : Kebudayaan yang bertentangan dengan Islam. Seperti,
budaya “ ngaben “ yang dilakukan oleh masyarakat Bali.
C. Sejarah Intelektual dalam Islam
Ada banyak faktor penyebab proses pertumbuhan peradaban Islam. Namun
secara garis besar dapat dibagi menjadi dua faktor penyebab tumbuh
berkembangnya peradaban Islam, hingga mencapai lingkup mondial, yaitu faktor
internal dan faktor eksternal.
Faktor pertama (internal) berasal dari dalam norma-norma atau ajaran Islam sendiri.
Faktor kedua(eksternal) pada hakikanya merupakan implikasi dari faktor pertama. Motivasi internal yang begitu kuat telah mengkristal dalam kehidupan umat Islam sejalan dengan perkembangan sejarah, dan nilai-nilai atau norma-norma ajaran Islam menjiwai dalam setiap kehidupannya.
Faktor pertama (internal) berasal dari dalam norma-norma atau ajaran Islam sendiri.
Faktor kedua(eksternal) pada hakikanya merupakan implikasi dari faktor pertama. Motivasi internal yang begitu kuat telah mengkristal dalam kehidupan umat Islam sejalan dengan perkembangan sejarah, dan nilai-nilai atau norma-norma ajaran Islam menjiwai dalam setiap kehidupannya.
Tonggak-tonggak sejarah peradaban Islam, tak pernah lepas dari
sejarah intelektual Islam. Untuk memahami dengan baik perkembangan tersebut,
idealnya diperlukan pemahaman yang memadai tentang periodisasi sejarah
perkembangan Islam. Dengan menggunakan teori yang dikembangkan oleh Harun
Nasution, dilihat dari segi perkembangannya, sejarah intelektual Islam dapat
dikelompokkan ke dalam tiga masa, yaitu: masa klasik antara 650-1250 M, masa
pertengahan antara tahun 1250-1800 M, dan masa modern antara tahun 1800 sampai
sekarang.
Pada masa klasik, lahir ulama’ mahzab, seperti: Imam Hanafi, Imam
Hambali, Imam Syafi’i , dan Imam Maliki. Sejalan dengan itu lahir pula filosof
muslim pertama,Al-Kindi 801 M. Diantara pemikirannya, ia berpendapat bahwa kaum
Muslimin menerima filsafat sebagai bagian dari kebudayaan Islam. Selain,
Al-Kindi, pada abad itu lahir pula filosof besar seperti: Al-Razi (865 M) dan
Al-Farabi (870 M). keduanya dikenal sebagai pembangun agung sistem filsafat.
Pada abad berikutnya, lahir filosof agung Ibn Miskawaih 930 M. Pemikirannya
yang terkenal tentang pendidikan akhlak. Kemudian Ibn Sina tahun 1037 M, Ibn
Bajjah tahun 1138 M, Ibn Tufail tahun 1147 M,dan Ibn Rusyd tahun 1126 M.
Masa pertengahan dalam catatan sejarah pemikiran Islam masa kini,
merupakan fase kemunduran karena filsafat mulai dijauhkan dari umat Islam
sehingga ada kecenderungan akal dipertentangkan dengan wahyu, iman dengan ilmu,
dunia dengan akhirat. Pengaruhnya masih ada sampai sekarang. Sebagai pemikir
muslim kontemporer sering melontarkan tuduhan pada Al-Ghazali sebagai orang
pertama yang menjauhkan filsafat dari agama. Sebagaimana tertuang dalam
tulisannya “Tahafut al-Falasifah” (Kerancuan Filsafat). Tulisan Al-Ghazali
dijawab oleh Ibn Rusyd dengan tulisan Tahafut al-Tahafut (Kerancuan di atas
kerancuan).
D.
Budaya yang
Boleh dan Tidak Boleh dalam Islam
Ajaran Islam yang berkembang di Indonesia mempunyai
tipikal yang spesifik bila dibandingkan dengan ajaran Islam di berbagai negara
Muslim lainnya. Menurut banyak studi, Islam di Indonesia adalah Islam yang
akomodaatif dan cenderung elastis dalam berkompromi dengan situasi dan kondisi
yang berkembang di Indonesia, terutama situasi sosial politik yang sedang
terjadi pada masa tertentu. Muslim Indonesia pun konon memiliki karakter yang
khas, terutama dalam pergumulannya dengan kebudayaan lokal Indonesia. Disinilah
terjadi dialog dan dialektika antara Islam dan budaya lokal yang kemudian
menampilkan wajah Islam yang khas Indonesia, sehingga dikenal sebagai “Islam
Nusantara” atau “Islam Indonesia” dimaknai sebagai Islam yang berbau kebudayaan
Indonesia. Islam yang bernalar Nusantara, Islam yang menghargai pluralitas,
Islam yang ramah kebudayaan lokal, dan sejenisnya. “Islam Nusantara” atau
“Islam Indonesia” bukan foto copy Islam Arab, bukan kloning Islam Timur Tengah,
bukan plagiasi Islam Barat, dan bukan pula duplikasi Islam Eropa.
Meskipun Islam lahir di negeri Arab, tetapi dalam
kenyataannya Islam dapat tumbuh dan berkembang dengan kekhasannya dan pada
waktu yang sama sangat berpengaruh di bumi Indonesia yang sebelumnya diwarnai
animisme dan dinamisme, serta agama besar seperti Hindu dan Budha. Dengan
demikian, wajah Islam yang tampil di Indonesia adalah wajah Islam yang khas
Indonesia, wajah Islam yang berkarakter Indonesia, dan Islam yang menyatu
dengan kebudayaan masyarakat Indonesia, tetapi sumbernya tetap al-Qur’an dan
al-Sunnah.
Oleh karena itulah, wajah Islam di Indonesia merupakan
hasil dialog dan dialektika antara Islam dan budaya lokal yang kemudian
menampilkan wajah Islam yang khas Indonesia. Dalam kenyataannya, Islam di
Indonesia memanglah tidak bersifat tunggal, tidak monolit, dan tidak simple,
walaupun sumber utamanya tetap pada al-Qur’an dan al-Sunnah. Islam Indonesia
bergelut dengan kenyataan negara-negara, modernitas, globalisasi, kebudayaan
likal, dan semua wacana kontemporer yang menghampiri perkembangan zaman dewasa ini.
Tulisan
ini ditulis dalam konteks sebagaimana tersebut diatas dalam memandang event
peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw. Dalam realitanya memang terdapat berbagai
tradisi umat Islam dibanyak Negara Muslim seperti Indonesia, Malasyia, Brunai,
Mesir, Yaman, Aljazair, Maroko, dan lain sebagainya yang menimbulkan
“kontroversi” dari perspektif hukum
tentang boleh atau tidaknya atau halal atau haramnya untuk mengamalkannya. Di
Antara tradisi yang menimbulkan kontroversi itu Antara lain melaksanakan
kegiatan-kegiatan seperti peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw, peringatan Isra’
Mi’raj, peringatan Muharram, dan lain-lain.
Oleh
karena kontroversi-kontroversi yang menyelimuti peringatan-peringatan tersebut,
maka tulisan ini berupaya menjelaskan posisi peringatan Maulid Nabi Saw,
perspektif hukum
Islam, akan tetapi tidak bersifat tunggal, namun memberikan horizon pilihan
yang memungkinkan kita untuk bersikap arif dan bijaksana terhadap pihak yang
berbeda pahamnya.
Dari riwayat Rasulullah Saw, Islam membiarkan beberapa
adat kebiasaan manusia yang tidak bertentangan dengan syariat dan adab-adab
Islam atau sejalan dengannya. Oleh karena itu, Rasulullah Saw tidak menghapus
seluruh adat dan budaya masyarakat Arab (pada masa itu) yang ada sebelum
datangnya Islam. Akan tetapi Rasulullah Saw melarang budaya-budaya yang
mengandung unsur syirik, seperti pemujaan terhadap leluhur dan nenek moyang,
dan budaya-budaya yang bertentangan dengan adab-adab Islami.
Jadi, selama adat dan budaya itu tidak bertentangan dengan Islam, silahkan melakukannya. Namun jika
bertengan dengan ajaran Islam, seperti memamerkan aurat pada sebagian pakaian
adat daerah, atau budaya itu berbau syirik atau memiliki asal-usul ritual
syirik dan pemujaan atau penyembahan kepada dewa-dewa atau Tuhan-Tuhan selain
Allah, maka budaya seperti itu hukumnya haram.
E.
Masjid sebagai Pusat Peradaban dalam Islam
Dalam sejarah perkembangan Islam, Masjid memiliki fungsi yang sangat
vital dan dominan bagi kaum Muslimin, di antaranya:
1.
Mesjid pada umumnya dipahami
masyarakat sebagai tempat ibadah khusus, seperti sholat.
2.
Sebagai “prasasti” atas
berdirinya masyarakat Muslim. Jika dewasa ini bendera sebagai simbol sebuah
Negara yang telah merdeka, maka kaum Muslimin pada tempo dulu jika berhasil
“menaklukkan” sebuah Negara, mereka menandainya dengan membangun sebuah masjid
sebagai pertanda bahwa wilayah tersebut menjadi bagian dari “Negara Islam”
(Shini,T.T:158)
3.
Masjid merupakan sumber
komunikasi dan informasi antar warga masyarakat Islam.
4.
Di zaman Nabi SAW masjid
sebagai pusat peradaban
5.
Sebagai simbol persatuan umat
Islam.
6.
Sebagai pusat gerakan.
7.
Di Masjid kaum tua-muda Muslim
mengabdikan hidup untuk belajar ilmu-ilmu Islam, mempelajari Al-Qur’an dan
Al-Hadist , kritisme, tafsir, cabang-cabang syariat, sejarah, astronomi,
geografi, tata bahasa, dan sastra arab.
F.
Nilai-Nilai Islam dalam Budaya Indonesia
Islam masuk ke Indonesia lengkap dengan budayanya. Karena Islam
berasal dari jazirah Arab, maka Islam masuk ke Indonesia tidak terlepas dari
budaya Arabnya.
Kedatangan Islam dengan segala komponen budayanya di Indonesia secara damai telah menarik simpati sebagian besar masyarakat Indonesia. Hal ini tidak terlepas dari situasi politik yang tengah terjadi saat itu.
Kedatangan Islam dengan segala komponen budayanya di Indonesia secara damai telah menarik simpati sebagian besar masyarakat Indonesia. Hal ini tidak terlepas dari situasi politik yang tengah terjadi saat itu.
Dalam pandangan Nurcholis Majid (1988:70) bahwa daya tarik Islam
yang pertama dan utama adalah besifat psikologis, Islam yang secara radikal
bersifat egaliter dan mempunyai semangat keilmuan merupakan konsep revolusioner
yang sangat memikat dalam membebaskan orang-orang lemah (mustadh’afin) dari
belenggu hidupnya.
Dalam perkembangan dakwah Islam di Indonesia, para da’i mendakwahkan
ajaran Islam melalui bahasa budaya, sebagaimana dilakukan oleh Wali Songo di
tanah Jawa. Karena kehebatan para wali Allah SWT itu dalam mengemas ajaran
Islam dengan bahasa budaya setempat sehingga masyarakat tidak sadar bahwa
nilai-nilai Islam telah masuk dan menjadi tradisi dalam kehidupan sehari-hari
mereka.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Kebudayaan yang Islami adalah
hasil olah akal, budi, cipta, rasa, karsa, dan karya manusia yang tidak
terlepas dari nilai-nilai ketuhanan. Hasil olah yang universal berkembang
menjadi sebuah peradaban. Dalam perkembangannya, perlu dibimbing oleh wahyu dan
aturan-aturan yang mengikat agar tidak terperangkap pada ambisi yang bersumber
dari nafsu hewani sehingga akan merugikan diri manusia sendiri. Di sinilah,
agama berfungsi untuk membimbing manusia dalam mengembangkan akal budinya
sehingga menghasilkan kebudayaan yang beradab.
2.
Pada masa klasik hidup ulama
mahzab dan filosuf-filosuf besar dan agung.
3.
Masjid selain sebagai tempat
ibadah, juga berfungsi sebagai salah satu simbol bagi Islam, tempat pusat
komunikasi dan informasi, tempat belajar tentang ajaran Islam.
4.
Nilai Islam yang beraroma
Negara Arab secara tidak langsung masuk meresap ke dalam budaya Indonesia, seperti
ejaan, kebiasaan, dsb.
B. Saran
1.
Semoga
makalah ini dapat menjadi referensi bagi semua pihak untuk dapat lebih mengembangkan Sistem Kebudayaan Islam di
Indonesia dan dapat pula mengerti dan paham tentang konsep kebudayaan islam di
indonesia.
2.
Penulisan makalah ini tidak lepas dari yang
namanya konsep dan sebuah rujukan yang dijadikan bahan penulisan makalah. Untuk
itu kami mohon kepada Bapak pembimbing mata kuliyah pendidikan agama islam
(PAI) agar mengajarkan kepada para pelajar khususnya bagi mahasiswa agar tidak
melanggar dari norma-norma agama yang sudah ditetapkan, karena selain merugikan
diri sendiri juga akan merugikan orang lain.
DAFTAR PUSTAKA
1. Tim Dosen PAI UNM.2006.Reorientasi Pendidikan Islam: Menuju
Pengembangan Kepribadian Insan Kamil.Malang:Hilal Pustaka
2. Tim Dosen PAI UB.2006.Buku Daras Pendidikan Agama
Islam.Malang:PPA UB
3. Gazalba,Sidi.1975.Mesjid: Pusat Ibadat dan Kebudayaan
Islam.Jakarta:Pustaka Antara
4. http://sahrul-media.blogspot.com
:g
BalasHapus